Pentingya Pendidikan Pada Masa Anak-Anak Dan Remaja ( 1 )

Diposting oleh Unknown on Minggu, 30 Desember 2012


Manusia dan Fase Kehidupannya

Para ulama sepakat bahwa kehidupan seseorang itu dapat dibagi menjadi beberapa fase sebagai berikut  :

  • Dari mulai lahir sampai usia dua tahun disebut fase persiapan
  • Dari mulai usia dua tahun sampai enam tahun disebut fase permulaan anak-anak
  • Dari mulai usia enam tahun sampai usia dua belas tahun disebut fase paripurna anak-anak
  • Dari usia dua belas tahun sampai usia lima belas tahun disebut fase permulaan remaja
  • Dari usia lima belas tahun sampai usia delapan belas tahun disebut fase pertengahan remaja
  • Dari usia delapan belas tahun sampai dua puluh dua tahun disebut fase paripurna remaja
  • Dari usia dua puluh dua tahun sampai usia tiga puluh tahun, disebut fase kematangan dan Pemuda.
  • Dari usia tiga puluh tahun sampai usia enam puluh tahun, disebut fase pertengahan usia atau kajantanan.
  • Dari usia enam puluh tahun dan sterusnya disebut fase lanjut usia
Jelas sekali, bahwa fase kanak-kanak dan fase ramaja digambarkan sebagai dasar bagi pembentukan kepribadian seseorang. Dengan andil bantuan dari kaum ayah dan para pendidik yang interes mengurusi pendidikan anak-anak dan remaja, Insya Allah kita akan sukses dalam membina para pemuda yang sehat jiwa, akal dan badannya.

Saat Yang Tepat untuk Pendidikan

Ketika seseorang sudah memasuki fase usia muda, yakni setelah usia dua puluh tahun, namun pendidikannya pada fase anak-anak dan remaja belum sempurna, ini menunjukan ia mengalami keterlambatan. Dan pada saat seperti itu, yang dituntut adalah pengobatan atau penanggulangan, bukannya mendidik.

Dalam hal ini yang mulia Syaikh Mutawali Sya’rawi mangatakan,
 Ada problem yang biasa kita sebut mengenai pendidikan anak muda. Padahal yang seharusnya kita katakana adalah penaggulangan anak muda. Sebab jelas beda antara pendidikan yang berarti menjaga dari penyakit dan pengobatan yang berarti menanggulangi penyakit.

Apabila ada penyakit pada anak muda, ketahuilah bahwa ada salah satu fase kehidupannya yang terlewati tanpa pendidikan. Dan kalau sudah demikian, maka jangan anda katakan didiklah ia. “Tetapi katakanlah,” Obatilah Dia” disinilah sulitnya. Kenapa ? karena ketika seorang pemuda sampai pada batas kedewasaan, hal itu menuntut munculnya perasaan ego. Dan rasa ego inilah yang sering mencelakakan kaum bapak, kaum ibu dan juga masyarakat. Ciri penting rasa ego ialah menyukai kebebasan sebelum terpenuhinya unsur-unsur kebebasan secara sempurna. Dan itu berarti kerusakan. 

Seseorang di antara kita menghadapi anaknya dengan sabar sampai pada batas usia tertentu. Kemudian ia mndengar anaknya mulai berani menentang pendapatnya. Suatu saat anda juga bisa mengalaminya, karena hal itu merupakan suatu kemungkinan yang selalu terbuka.

Tetapi apakah rasa ego tersebut bisa diatasi ? kalau seseorang dididik pada fase pendidikan dan diajari pada fase pengajaran, tentu hal itu bisa diatasi. Tetapi kalau kedua fase tadi terlambat dilewati dan rasa ego dituruti, maka masalahnya mulai runyam. Anak yang bersangkutan akan melakukan hal-hal yang tidak baik dalam pandangan lingkungannya yang digambarkan pada sosok para pendidik dan kedua orangtua.

Pendidikan yang ditujunIslam adalah, jika seseorang pendidik mampu menjalankan peranannya secara maksimal dan proposional. Seseorang pendidik akan selalu berhadapan dengan lingkungannya yang memang membutuhkannya. Salah satu tugas penting pendidik ialah memindahkan konsep akhlak pada perilaku kehidupan nyata.

Apabila pendidik mampu menjalankan perannya tersebut, itu berarti seseorang yang didik secara sempurna telah melewati dua fase   :
Fase pendidikan yang sering dilanggar. Dalam hal ini kita tidak perlu menghukum yang bersangkutan, tetapi mengarahkannya.
Fase pengajaran yang juga sering dilanggar. Dan dalam hal ini, kita harus memberikan pelajaran kepada yang bersangkutan atas pelanggaran yang telah dilakukan.

Jika seseorang menemukan sosok pendidik yang baik seperti ini, itu berarti ia berada di tangan orang yang bsa dipercaya. Di bawah penanganan sosok pendidik seperti ini, seseorang anak yang dididik akan memperoleh curahan kasih sayang. Ia tidak akan ditipu dalam aturan-aturan pendidikan. Satu hal yang patut diketahui, seorang anak didik itu ibarat “sebuah adonan” yang bisa dibentuk sesuai keinginan yang mendidik. Dan pada dasarnya, seseorang itu layak dibentuk dengan bentuk yang baik dan juga layak dibentuk dengan bentuk yang buruk.

Karena itu Rsulullah SAW bersabda : “Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan suci.” Kepada kita beliau memberikan contoh bahwa lingkungan pertama bagi seseorang ialah kedua orang tuanya. Makanya beliau lalu bersabda, “Kedua ibu bapaknyalah yang membuat ia menjadi Nasrani atau Majusi.  Wallahua’lam    


SelengkapnyaPentingya Pendidikan Pada Masa Anak-Anak Dan Remaja ( 1 )

Terima Aqiqah

Diposting oleh Unknown on Selasa, 18 Desember 2012

SelengkapnyaTerima Aqiqah

Kekokohan Aqidah Sebagai Modal Dasar Perjuangan Gerakan Ekonomi Islam

Diposting oleh Unknown on Senin, 17 Desember 2012


Tidak ada perjuangan dalam kehidupan manusia yang tidak dilandasi dengan sebuah ideologi. Manusia memahami arti perjuangan itu sendiri adalah usaha keras dalam mewujudkan sebuah ideologi. Sedangkan ideologi dalam terminologi Islam disebut dengan aqidah, lengkapnya aqidah islamiyah.
Muhammad saw yang telah diutus oleh allah swt telah mengemban tugas para nabi sebelumnya, yaitu menanam aqidah akan keesaan dan kebesaran Allah swt sebagai penguasa alam semesta. Muhammad saw telah menjelaskan tentang hakikat kehidupan dunia, hakikat kehidupan akhirat, hakikat manusia itu sendiri dan berbagai hal yang menguntungkan dan merugikan manusia.

Muhammad saw telah menjelaskan bahwa kehidupan dunia hanyalah ladang untuk mencari bekal demi kebahagiaan akhirat. Dengan menjalankan perintah Allah swt untuk memakmurkan permukaan bumi ini maka seseorang akan mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat.

Kalimat memakmurkan terlihat sangat umum dan seakan akan tidak memiliki standar. Kebanyakan menyangka bahwa memakmurkan muka bumi adalah membangun berbagai gedung dan fasilitas kehidupan manusia. Sesungguhnya persangkaan itu adalah salah dan tidak sesuai dengan realita yang ada.
Realita menunjukkan bahwa dengan pembangunan fisik dan fasilitas di berbagai kota besar hanya menimbulkan problem dan permasalahan baru, yakni tidak nyaman, tidak aman, gersang, sumber air berubah dan menimbulkan penyakit, pembunuhan dengan cara melempar diri dari puncak sebuah gedung tinggi, menjadikan hotel berbintang sebagai tempat perzinahan, bersarangnya para mafia-mafia kelas internasional dan lain sebagainya.

Memakmurkan bumi yang sesungguhnya adalah menjadikan permukaan bumi sebagai tempat kehidupan yang aman dan nyaman. Aman berarti tidak terjadi pelanggaran kriminalitas dan asusila. Nyaman berarti memiliki sumber materil kehidupan yang melipah dan merata seperti air bersih, sumber energi, dan bahan pangan.
Ketika kita merasa terancam secara kriminalitas atau asusila maka kita belum merasakan kemakmuran, begitu juga ketika kekayaan alam yang berlimpah itu hanya dikuasai dan dinikmati oleh sebagian rakyat kelas atas saja maka kemakmuran masih menjadi sebuah mimpi. Aqidah islamiyah yang telah ditanamkan oleh rasulullah saw kepada masyarakat/sahabat pada masanya telah memberikan gambaran sebuah kemakmuran yang sesungguhnya.

Aqidah sebagai pondasi dasar seorang muslim

Aqidah yang wajib dimiliki oleh seseorang yang memeluk Islam dan mengaku beriman adalah mempercayai tentang Allah swt dengan benar, meyakini tentang malaikat Allah dengan benar, meyakini adanya kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah kepada para nabiNya, meyakini adanya manusia pilihan yang diutus menjadi nabi dan rasul secara benar, meyakini adanya hari akhirat setelah kehidupan duniawi serta meyakini adanya ketentuan baik dan buruk dari Allah swt terhadap manusia.
Manusia yang mempercayai keberadaan Allah sebagai tuhan dalam kehidupannya akan berbeda dengan manusia yang meyakini jesus kristus sebagai tuhan, akan berbeda dengan manusia yang meyakini sapi sebagai tuhan, akan berbeda dengan manusia yang tidak meyakini keberadaan tuhan dalam kehidupan ini sama sekali.

Allah swt diyakini telah menciptakan langit dan bumi serta apa yang ada diantara langit dan bumi itu, sementara jesus kristus tidak pernah mengaku menciptakan langit, tidak juga mengaku menciptakan bumi apalagi menciptakan keduanya. Lebih dari itu seekor sapi tidak pernah tahu apa-apa dan sapi dikenal oleh manusia sebagai hewan yang dungu, seperti apakah kira-kira pola fikir yang meyakini sapi sebagai tuhan?
Seorang muslim yang menjiwai rukun iman secara benar akan menjadi manusia-manusia yang menakjubkan bagi siapa pun yang berinteraksi dengan mereka. Bangunan rukun iman yang benar dalam diri dan hati seorang muslim akan membuat mereka kuat/mampu dalam mencari solusi untuk menjawab berbagai permasalahan kehidupan.

Contoh kasus: masalah kemiskinan, apa sebab seseorang menjadi miskin?
Kemiskinan selalu disebabkan oleh beberapa sebab berikut ini: kebodohan, kemalasan dan hawa nafsu/tidak punya kontrol diri.

Rukun iman yang ketiga adalah mempercayai kitabullah yang diturunkan kepada nabiNya terutama Al-Qur’an.
وَلَقَدْ جِئْنَاهُمْ بِكِتَابٍ فَصَّلْنَاهُ عَلَى عِلْمٍ هُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Artinya: dan kami telah datangkan kepada para nabi itu sebuah kitab yang kami rincikan di dalamnya berbagai ilmu, petunjuk dan rahmat bagi mereka yang beriman (Al-a’raf: 52).

Al-Qur’an mengajarkan agar seseorang untuk membaca, memperhatikan, mengamati dan meneliti. Jika seorang muslim menjalani ajar al-Qur’an itu maka ia bebas dari kebodohan maka ia tidak terkena kemiskinan. Al-Qur’an juga sudah menjelaskan agar seseorang  tidak mengikuti langkah-langkah dan pola fikir setan karena setan dapat menjerumuskan manusia dalam kemiskinan.

Lain lagi dengan iman kepada para nabi dan rasul, terutama Muhammad saw. Seseorang yang mempercayai Muhammad sebagai nabi dan rasul akan menjadi orang yang rajin berbuat dan berkarya, ia tidak akan menjadi seorang pemalas maka ia akan bebas dari kemiskinan.

Pengentasan kemiskinan harus di mulai dengan mengentasikan kebodohan, kemalasan dan mengikuti hawa nafsu/setan pada diri setiap individu dari anggota masyarakat itu sendiri.
Seorang muslim tanpa aqidah yang benar sering menjdi trouble maker, biang kerok keresahan masyarakat.
Aqidah menjadi Pondasi dasar dalam rancang bangun ekonomi islam

Ekonomi Islam adalah aturan perekonomian yang berdasarkan islam. Bangunan sebuah sistem ekonomi tidak akan “menjadi Islam” jika pondasinya bukan ajaran Islam. Oleh karenanya rancang bangun ekonomi Islam haruslah berpondasikan ajaran Islam dan pondasi itu adalah aqidah islamiyah.

Kegiatan perekonomian manusia tidak akan terlepas dari jual beli dan  tukar menukar barang. Sebesar apa pun skala kegiatan perekonomian sebuah bangsa tidak akan terlepas dari jual beli dan tukar menukar.
Selanjutnya, yang sering menjadi penyakit dalam kegiatan perekonomian manusia adalah penipuan dan kecurangan bukan lainnya. Kekurangan  suplai hanya terjadi sewaktu-waktu saja, paceklik tidak terjadi setiap tahun, banjir dan berbagai musibah yang meruntuhkan kegiatan ekonomi tidak setiap saat terjadi,sedangkan penipuan dapat terjadi setiap detik dalam sehari. Maka jelas bahwa itu (bencana) bukan penyakit utama dalam kegiatan ekonomi. Kecurangan dan penipuan itulah yang menjadi penyakit utama dunia perekonomian.

Begitu juga, Sistem akuntansi dan pembukuan yang telah dirancang oleh pakar-pakar ekonomi bukanlah solusi utama dari penyakit ekonomi di atas, karena bagaimanapun juga yang menjalankan sistem akuntansi itu adalah manusia. Kasus gayus tambunan adalah buktinya, kasus melinda dee juga bukti kuat tak terbantahkan. Lalu apa yang dapat menjadi solusi jitu untuk kegiatan perekonomian?

Ekonomi islam telah memahami hal itu sejak lama, nabi saw telah membangun kegiatan ekonomi islam di tengah-tengah masyarakat madinah dengan membangun aqidah mereka terlebih dahulu. Dengan aqidah yang benar mereka menjadi manusia yang tidak suka menipu, membenci kecurangan dan senang berlaku jujur selama-lamanya.

Kegiatan transaksi pasca pendirian pasar muslim di masa nabi saw mengalami peningkatan yang sangat menakjubkan yang digambarkan dalam berbagai riwayat dengan perubahan kondisi ekonomi para muhajirin yang semula menjadi beban kaum ansor. Kaum muhajirin dengan cepat dapat hidup mandiri dan tidak lagi membebani saudara seiman mereka dari kaum ansor, seperti Abdurrahman bin Auf yang semula miskin lalu berubah cepat menjadi saudagar kaya.

Kondisi itu adalah hal yang logis dan bisa kita fahami, bukan factor magic dari seorang nabi. Jika anda adalah seorang konsumen yang sedang membutuhkan suatu barang, apakah anda akan mencarinya di pasar yang kerap terjadi penipuan dan kecurangan di situ? Jawaban anda tentu “tidak”.  Saya bisa pastikan anda hanya akan mencari barang yang anda butuhkan di pasar yang bersir dari praktek kecurangan dan penipuan transaksaksi.

Sinergi antara aqidah yang kokoh dalam diri seorang muslim dengan pergerakan ekonomi Islam

Dalam sejarah dunia modern tercatat bahwa berdirinya bank-bank islam dan berbagai perusahaan asuransi syariah dipelopori oleh para aktivis gerakan Islam. Para aktivis gerakan islam modern itu adalah mereka yang memahami Islam secara universal, mereka belajar dari sejarah bahwa ummat Islam terdahulu menjalani kehidupan ini dengan ajaran islamnya dalam berbagai bidang kehidupan. Bidang politik, bidang sains, bidang ekonomi, bidang social kemasyarakatan, bidang lingkungan hidup dan bidang-bidang lainnya.

Aqidah yang kokoh sangat dibutuhkan untuk membaca dan memahami serta mencari solusi dari berbagai aspek kehidupan. Dengan aqidah islamiyah yang kokoh seseorang akan memiliki semangat perjuangan menegakkan keadilan.

Oleh karena itu pada saat dunia ekonom/perbankani dililit dengan riba dan berbagai kezolimannya maka sosok yang memiliki aqidah kuat akan mencari alternatif yang akan menggantikan riba dalam dunia perbankan. Tanpa aqidah yang kokoh tidak akan ada kepedulian dan tidak akan ada perjuangan.
Aqidah yang kokoh menuntut seseorang untuk bersih dari riba dalam transaksinya, aqidah yang kokoh mengajarkan seseorang untuk menjadi kaya dan menggunakan kekayaan di jalan allah swt, aqidah yang kokoh akan menjadikan seseorang semangat dalam berkarya dan pantang menjadi pengemis, dan aqidah yang kokoh akan menuntut seseorang untuk memperjuangan keterpurukan ummat dalam bidang ekonomi.

Dengan demikian, terlihat sangat kuat sinergi dan korelasi antara aqidah islamiyah yang kokoh dengan gerakan ekonomi Islam. Pada saat masyarakat muslim ini melemah akan aqidah islamiyah mereka maka perbankan syariah dan bisnis keuangan syariah juga akan merasakan dampaknya, dan sebaliknya pada saat terjadi penurunan angka nasabah perbankan syariah dari tahun ke tahun dapat dijadikan indikasi kelemahan aqidah telah menyerang tubuh ummat ini. Wallahu’alam.


Ahmad Bisyri Syakur Lc, MA


Ahsanu Aqiqah Menerima Pesanan Kambing Untuk Aqiqah Dan Syukuran. Untuk Pemesanan Silahkan Hubungi 0853 1171 2665 SMS 0857 7931 1366. Informasi Lengkap Silahkan Klik Ahsanu Amala

 
SelengkapnyaKekokohan Aqidah Sebagai Modal Dasar Perjuangan Gerakan Ekonomi Islam

Membongkar Kesalahfahaman Terhadap Hukum Waris Islam

Diposting oleh Unknown on Sabtu, 15 Desember 2012

  1.    Adilkah Pembagian 2 : 1

Banyak masyarakat yang menanyakan perihal keadilan hukum islam ketika ia membedakan jatah waris dua orang anak dari ayah dan ibu yang sama hanya karena perbedaan jenis kelamin mereka. Sederhana kelihatannya…bukankah jenis kelamin yang dimiliki oleh seseorang tidak terjadi berdasarkan keinginan masing-masing..? itu semua adalah wewenang Allah swt kepada  setiap hambanya. Lalu, dimanakah keadilan yang dijunjung tinggi oleh islam itu sendiri..?

Untuk memahami keadilan islam dalam pembagian waris,ada beberapa hal yang juga harus kita ketahui dalam hukum islam:

1.    Hukum islam bersifat integral yaitu saling berhubungan erat antara satu dengan lainnya. Ia tidak bisa diterapkan dalam satu hal sementara mandeg dalam hal lain.
2.    Keadilan berarti proporsionalitas dan keseimbangan antara dua sisi. Keadilan dan keseimbangan tidak selalu diinterpretasikan jumlah angka yang sama seperti 2 dengan 2.
3.    Keadilan secara syariat dan logika sehat akan selalu dihasilkan setelah menimbang antara hak dan kewajiban,antara keuntungan dan kerugian, antar pengeluaran dan pemasukan.
4.    Syariat islam telah menetapkan hak dan kewajiban setiap manusia antara pria dan wanita secara proporsional. (QS:2/223)
5.    Wanita secara fisik pada umumnya lebih lemah dan rapuh dari pada fisik lelaki secara umum. Maka tugas dan kewajiban wanita dalam syariat islam disesuaikan dengan kondisi fisik yang diciptakan oleh Allah swt. Dalam amal sosial kemasyarakatan dan peribadatan tidak dibedakan tugas laki-laki dan wanita. Namun dalam financial.., kita menemukan islam membedakan tugas pria dan wanita.
6.    Syariat islam telah membebankan nafkah untuk anak, istri berapapun jumlahnya dan orang tua tidak mampu dipundak seorang laki-laki.
7.    Syariat islam tidak membebankan (mewajibkan) financial apapun kepada seorang wanita apapun posisi yang sedang dijalaninya. Jika wanita sebagai anak maka finansialnya ditanggung oleh ayahnya, jika ia menikah maka kebutuhan finansialnya ditanggung oleh suami yang menikahinya, jika suami telah meninggal atau bercerai maka finansialnya ditanggung oleh putra laki-lakinya atau saudaranya baik sekandung atau tiri.
8.    Jika seorang wanita itu bekerja dan menghasilkan harta maka penghasilan itu adalah murni untuk dirinya sendiri dan tidak akan diganggu oleh nafkah apapun.
9.    Jika seorang ibu memberi uang jajan dan makanan kepada anak-anaknya..hal itu adalah sedekah sukarela yang tidak pernah diwajibkan.
10.    Jika seorang wanita/istri memberi harta kepada suami maka hal itu juga sedekah sukarela yang tidak pernah diwajibkan.
11.    Lihatlah…betapa besar tanggung jawab finansial seorang laki-laki yang dibebankan oleh islam. Lalu lihatlah …betapa seorang wanita sama sekali tidak memiliki tanggung jawab finansial kecuali untuk menghidupi dirinya sendiri.
12.    Jika demikian adanya hak dan kewajiban finansial antara pria dan wanita dalam syariat islam maka sangat wajar dan logis serta proporsional pemberian hak yang lebih besar dari wanita kepada laki-laki akibat tanggung jawabnya yang besar itu.


2.    Kasus Membagi Waris Berdasarkan Kesepakatan

Banyak orang yang memiliki persepsi bahwa harta waris boleh dibagi sama rata asalkan telah disepakati oleh seluruh anggota keluarga. Persepsi itu didasari oleh pemahaman bahwa harta waris yang ditinggalkan oleh si mayit langsung menjadi milik bersama ahli waris yang ditinggalkan. Sehingga mereka berhak mengatur harta tersebut sesuai dengan kesepakatan keluarga.

Kelihatannya persepsi diatas adalah benar, namun jika kita ingin menimbangnya dengan ayat al-quran surat Annisa : 11-12 maka kita akan temukan bahwa persepsi itu adalah kekeliruan yang besar.

يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعاً فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيماً حَكِيماً) (النساء:11)  وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ) (النساء:12)

Penjelasan ayat ini :

a.    Ayat ini diawali dengan kalimat “yuushii” artinya Yuujib yaitu “telah diwajibkan”.  Allah telah mewajibkan kepada kalian dalam bagian waris putra/i kalian bahwa anak laki-laki memiliki bagian dua kali lipat bagian anak perempuan.
b.    Di penghujung ayat ini ditegaskan kembali kewajiban tersebut dengan kalimat “faridhotan minallah”. Artinya bahwa bagian itu wajib diberikan sesuai dengan ketentuan yang telah dijelaskan diatas.
c.    Ke-dua ayat tersebut ditutup dengan menyebutkan nam Allah yaitu “’alim dan hakiim” artinya Allah yang maha mengetahui segalanya dan maha bijaksana dalam pembagianNya. Maka jika ada seseorang yang tidak mengikuti pembagian waris seperti yang di rincikan oleh al-quran maka orang itu seakan-akan merasa dirinya lebih pandai dan lebih tahu serta merasa lebih adil dan bijaksana dari pada Alah swt…na’uzubillah min zalik.

Bukti lain yang dapat kita kemukakan adalah bahwa seseorang yang merelakan pembagian waris sama rata (1:1) biasanya karena belum mengetahui berapa bagian dari harta waris yang akan ia terima secara konkrit…hal itu dapat berubah jika ia telah mengetahui secara konrit bagiannya yang asli dan besaran nominal yang terkurangi jika dibagi secara merata. Kondisi itu berpotensi menimbulkan konflik internal horizontal.

Namun demikian.. jika seseorang betul-betul mencintai saudarinya dan merasa kasihan terhadapnya, ia dapat membagi saudarinya itu setelah dirinya benar-benar memiliki harta waris yang diterimanya. Pada saat itulah kerelaan seseorang dalam berbagi kepada saudarinya dapat dipertanggung jawabkan dan tidak akan menimbulkan konflik dikemudian hari.


3.    Kasus Menunda Pembagian Waris Hingga Waktu Yang Lama

Secara umum Islam mengajarkan agar menyegerakan dalam melakukan kebaikan dan secara khusus ada beberapa hal yang diminta agar diselesaikan segera seperti, sholat, nikah dan jenazah.

    : Perhatikan ayat berikut

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

Artinya : dan bersegeralah melakukan hal yang mendatangkan maghfiroh Allah dan memasukkan anda ke surgaNya………(Ali imron :133 ).

Perhatikan hadits nabi berikut :

عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم : قال بادروا بالأعمال فتنا كقطع الليل المظلم يصبح الرجل مؤمنا ويمسي كافرا أو يمسي مؤمنا ويصبح كافرا يبيع دينه بعرض من الدنيا

Artinya : segeralah berbuat kebaikan sebelum fitnah itu datang dalam hidup anda, fitnah yang sangat gelap gulita (semua urusan tak bisa diselesaikan) HR.Muslim.

Perhatikan hadits nabi berikut :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ  بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ سَبْعًا هَلْ تَنْظُرُونَ إِلاَّ فَقْرًا مُنْسِيًا أَوْ غِنًى مُطْغِيًا أَوْ مَرَضًا مُفْسِدًا أَوْ هَرَمًا مُفَنِّدًا أَوْ مَوْتًا مُجْهِزًا أَوِ الدَّجَّالَ فَشَرُّ غَائِبٍ يُنْتَظَرُ أَوِ السَّاعَةَ فَالسَّاعَةُ أَدْهَى وَأَمَرُّ   HR.Tirmizi
 Subtansi hadits diatas :

a.    Sebelum menjadi miskin dan dimarginalkan.
b.    Sebelum menjadi kaya dan sombong.
c.    Sebelum sakit dan binasa.
d.    Sebelum tua dan melupakan.
e.    Sebelum menemui kematian.
f.    Sebelum datangnya Dajjal.
g.    Sebelum kiamat datang.



Segera mengurus jenazah…

أخبرني الشيخ أبو بكر بن إسحاق أنبأ عبد الله بن أحمد بن حنبل حدثني هارون بن معروف ثنا عبد الله بن وهب أخبرني سعيد بن عبد الرحمن الجمحي : أن محمد بن عمر بن علي بن أبي طالب عن أبيه عن جده علي بن أبي طالب رضي الله عنه : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : ثلاث يا علي لا تؤخرهن : الصلاة إذا آنت و الجنازة إذا حضرت و الأيم إذا وجدت كفؤا 
HR.Al-Hakim

a.    Mengurus pemandian jenazah.
b.    Mengurus pengkafanan jenazah.
c.    Mengurus sholat jenazah.
d.    Mengurus penguburan jenazah.
e.    Membayar hutang jenazah.
f.    Menunaikan wasiat jenazah.
g.    Membagi warisan jenazah.


4.    Syariah vs Konvensional

    Manakah yang lebih proporsional antara keduanya?
    Manakah yang berimplikasi positif antara keduanya di akhirat nanti?
    Allah SWT menyatakan dalam QS : 4 / 14, akan menyiksa mereka yang tidak menggunakan hukum waris Al Qur’an.

Pahami ayat ini :

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ


Artinya: adakah hukum yang lebih hebat dibandingkan dengan hukum Allah swt.  (Al-maidah : 50).



KESIMPULAN

•    Harta itu  MEMANG penting, namun kehangatan keluarga lebih penting.
•    Harta yang di dapat dengan cara haram tidak akan mengundang keberkahan dalam hidup.
•    Pintu harta halal itu luas, dan warisan hanyalah salah satunya.
•    Orang pintar HANYA SENANG DENGAN yang halal.








 Ahsanu Aqiqah melayani Pemesanan hewan Aqiqah Hub. 085311712665, SMS 085779311366 atau kunjungi web kami di Ahsanu Amala

SelengkapnyaMembongkar Kesalahfahaman Terhadap Hukum Waris Islam

Mengenal Bisnis Franchise dan Hukumnya

Diposting oleh Unknown

Ditulis oleh Dr. Setiawan Budi Utomo  

Islam sebagai ajaran yang bersifat rahmatan lil’alamin, semangatnya bertumpu pada kemaslahatan yang hakiki termasuk syariatnya dalam bidang mua’alamat (bisnis), dimana kaidah fiqih mengatakan bahwa pada prinsipnya hukum mu’amalat adalah boleh selama tidak ada dalil yang mengharamkannya (al-ashlu fil mu’amalat al-ibahah illa an yadulla dalilun a’a tahrimihi). Dalil yang dapat mengubah hukum mu’amalat dari boleh (halal) kepada tidak boleh (haram) tersebut mengacu kepada disiplin ushul fiqih yaitu dapat berupa dalil eksplisit (sharih) al-Qur’an dan Hadits Nabi saw atau dalil lain melalui uji verifikasi tertentu seperti Ijma’ (konsensus para ulama), Qiyas (analogi), Mashalih Mursalah (konsep maslahat) dan sebagainya.

Semua kaidah tersebut sebenarnya terfokus pada prinsip maslahat yaitu konsep pertimbangan baik-buruk, positif-negatif, dan mudharat-mashlahat berdasarkan kaidah umum dan dalil sharih serta shahih syariat Islam.

Prinsip sentral syariah Islam menurut Ibnul Qayyim dalam I’lam al-Muwaqqi’in (vol.III/14) adalah hikmah dan kemaslahatan umat manusia di dunia dan di akhirat. Kemaslahatan ini terletak pada keadilan yang merata, rahmat (kasih sayang dan kepedulian), kesejahteraan dan kebijaksanaan. Apa saja yang merubah keadilan menjadi kezhaliman, rahmat menjadi kekerasan, kemudahan menjadi kesulitan, dan hikmah menjadi kebodohan, maka hal itu tidak ada kaitannya dengan syariah.

Tujuan utama ketentuan syariat (maqashid as-syariah) adalah tercermin dalam pemeliharaan pilar-pilar kesejahteraan umat manusia yang mencakup ‘panca maslahat’ dengan memberikan perlindungan terhadap aspek keimanan (hifz din), kehidupan (hifzd nafs), akal (hifz ‘aql), keturunan (hifz nasl) dan harta benda mereka (hifz mal). Apa saja yang menjamin terlindunginya lima perkara ini adalah maslahat bagi manusia dan dikehendaki syariah sebagaimana kesimpulan Imam Al-Ghazali dalam Al-Mustashfa, (vol.I/139-140)

Sistem nilai syariah sebagai filter moral bisnis bertujuan untuk menghindari berbagai penyimpangan moral bisnis (moral hazard) dengan komitmen menjauhi pantangan ‘MAGHRIB’ termasuk dalam kegiatan usaha franchise yang menjadi parameter berlakunya kaidah al-ashlu fil mu’amalat al-ibahah tersebut di atas yaitu meliputi 7 pantangan:

Pertama, Maysir yaitu segala bentuk spekulasi judi (gambling) yang mematikan sector riil dan tidak produktif.

Kedua, Asusila yaitu praktik usaha yang melanggar kesusilaan dan norma social.

Ketiga, Gharor yaitu segala transaksi yang tidak transparan dan tidak jelas sehingga berpotensi merugikan salah satu pihak.

Keempat, Haram yaitu objek transaksi dan proyek usaha yang diharamkan syariah.

Kelima, Riba yaitu segala bentuk distorsi mata uang menjadi komoditas dengan mengenakan tambahan (bunga) pada transaksi kredit atau pinjaman dan pertukaran/barter lebih antar barang ribawi sejenis. Pelarangan riba ini mendorong usaha yang berbasis kemitraan yang saling menguntungkan dan kenormalan (sunnatullah) bisnis, di samping menghindari praktik pemerasan, eksploitasi dan penzhaliman oleh pihak yang memiliki posisi tawar tinggi terhadap pihak yang berposisi tawar rendah.

Keenam, Ihtikar yaitu penimbunan dan monopoli barang dan jasa untuk tujuan permainan harga.

Ketujuh, Berbahaya yaitu segala bentuk transaksi dan usaha yang membahayakan individu
maupun masyarakat serta bertentangan dengan maslahat dalam Maqashid Syariah.

Ketujuh pantangan dalam bisnis tersebut dapat disimpulkan dari dalil-dalil berikut yaitu:

Firman Allah SWT.: “Diharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik yang dipukul, yang jatuh yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya.” (QS.Al-Maidah:3)

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa-sisa riba, jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (perintah itu), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat, maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak merugikan dan tidak (pula) dirugikan” (QS. Al Baqarah : 278-279)

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr (minuman keras), perjudian (maysir), berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan, maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Al-Maidah:90)

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta (hak milik) sebahagian yang lain di antara kamu dengan cara yang batil” (QS. Al-Baqoroh:188)

Sabda Nabi SAW: “Sesungguhnya yang halal telah jelas dan yang haram telah jelas serta di antara keduanya terdapat yang samar (musytabihat). Sebagian besar manusia tidak dapat mengenalinya, maka siapa saja yang menjaga diri dari yang musytabihat itu berarti dia telah menjaga agama dan dirinya. Dan siapa saja yang terjatuh ke dalam musytabihat itu maka ia telah terjerumus kepada yang haram, sebagaimana seseorang yang menggembalakan ternaknya di sekeliling batas untuk menjaga diri dari melintasi batas itu. Ketahuilah bahwa sesungguhnya setiap raja memiliki batasan-batasan, dan ketahuilah bahwa batasan Allah ialah hal-hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah bahwa pada tubuh terdapat segumpal daging yang jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh itu, dan jika dia rusak maka rusaklah tubuh itu. Ketahuilah bahwa dia adalah kalbu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang lemak hewan, keju, dan jubah kulit. Beliau SAW menjawab: “Yang halal ialah apa yang Allah halalkan dalam Kitab-Nya dan yang haram ialah apa yang Allah haramkan dalam Kitab-Nya, sedangkan apa yang Dia diamkan maka itu termasuk hal yang dimaafkan”. (Riwayat al-Tirmidzi dan Ibn Majah).

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah melalui suatu (tumpukan) bahan makanan yang oleh penjualnya dipujinya, kemudian Nabi meletakkan tangannya pada makanan tersebut, tetapi ternyata makanan tersebut sangat jelek, lantas Nabi bersabda: “Juallah makanan ini menurut harga yang pantas, sebab siapa saja yang menipu kami bukanlah termasuk golongan kami”. (HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibn Majah).

Wasiat Rasulullah untuk menghindari segala unsur yang dapat membahayakan termasuk dalam bisnis adalah sabdanya: “Tidak dibolehkan adanya suatu bahaya (dharar) dan sesuatu yang dapat membahayakan (dhirar).” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad.) sebagaimana kaidah fiqih yang menegaskan “Adh-dhararu yuzal” (bahaya/ ancaman itu harus dihilangkan).

Dalam memberlakukan dalil dan kaidah syariah bisnis tersebut, tidak boleh ada keraguan ataupun was-was di dalamnya. (Ibn Rajab al-Hanbali, Al-Jami’ fi al-’Ulum wa al-Hikam, Dar al-Fikr, Beirut, h. 58-66). Rasulullah SAW bersabda: “Tinggalkanlah apa-apa yang meragukan kepada apa-apa yang tidak meragukanmu”. (HR. al-Nasai, al-Tirmidzi, al-Hakim, Ahmad; lihat al-Albani, Irwa’ al-Ghalil, I/44) Hal itu dalam rangka kehati-hatian syariah (ihtiyath) sebagaimana diri kita tidak ingin kemasukan barang haram yang dapat berakibat fatal. Rasulullah saw bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang dagingnya tumbuh dari (makanan) yang haram, neraka lebih pantas baginya.” (HR. Ahmad.).

Sikap berhati-hati dari mengambil hak orang lain tanpa sah dalam bentuk apapun merupakan wasiat al-Qur’an: Sebagaimana sabda Nabi SAW.: “Tidak halal harta milik seorang muslim kecuali dengan kerelaan hatinya.” (HR. Ad-Daru Quthni)

Pada dasarnya dalam sistem franchise terdapat tiga komponen pokok yaitu: Pertama, Franchisor, yaitu pihak yang memiliki system atau cara-cara dalam berbisnis tersebut.

Kedua, Franchisee, yaitu pihak yang ‘membeli’ franchise atau system tersebut dari franchisor sehingga memiliki hak untuk menjalankan bisnis dengan cara-cara yang dikembangkan oleh Franchisor.

Ketiga adalah Franchise, yaitu system dan cara-cara bisnis itu sendiri. Ini merupakan pengetahuan atau ‘dapurnya’ franchisor yang dijual kepada franchisee.

Berdasarkan statistik menunjukkan bahwa kegagalan sistem franchise jauh lebih rendah dibanding system lainnya. Hal ini sangat logis karena bisnis dengan franchise mengandalkan sistem/cara atau operating manual yang sudah teruji melalui penemuan franchisor, serta sudah terbukti sukses dijalankan Franchisee sebelumnya. Franchisee baru paling tidak memiliki gambaran serta support dari Fanchisor.

Kendala utama yang sering dihadapi dalam bisnis adalah masalah pemasaran. Masalah ini lebih mudah di atasi melalui sistem franchise. Keuntungan dalam sistem Franchise ini adalah karena adanya brand name yang merupakan salah satu asset utama Franchisor. Dengan banyaknya Franchisee dalam satu sistem, bisnis dengan cara ini memiliki jaringan luas yang memperkuat brand name tersebut. Tanpanya, tidak ada daya tarik bagi calon Franchisee untuk membeli Franchise ini. Oleh karena itu, Franchisor akan selalu berusaha keras melakukan promosi demi mempertahankan serta meningkatkan brand name yang dampaknya juga baik untuk kepentingan Franchisee. Sekalipun demikian, agar hasilnya memadai, maka setiap Franchisee biasanya juga perlu memiliki strategi pemasaran sendiri.

Berdasarkan ketentuan yang berlaku dalam bisnis franchise, yang dapat diminta dari Franchisor oleh franchisee adalah:

Pertama, brand name yang meliputi logo, stationary dan lain-lain. Franchisor yang baik juga memiliki aturan mengenai tampilan shopfront secara detail.

Kedua, adalah sistem dan manual operasional bisnis. Setiap Franchisor memiliki operation manual yang sistematis, praktis serta applicable, dan mestinya juga tertulis.

Ketiga, adalah operation support. Karena Franchisor memiliki pengalaman yang jauh lebih luas serta sudah membina banyak Franchisees, dia seharusnya memiliki kemampuan untuk memberi support bagi Franchisee yang baru.

Keempat adalah monitor, Franchisor yang baik melakukan monitor terhadap Franchisee untuk memastikan bahwa sistem yang disediakan dijalankan secara konsisten. Ini untuk menjaga konsistensi kualitas. Monitor juga berfungsi untuk melakukan support yang diperlukan jika Franchisee mengalami kesulitan.

Kelima adalah joint promotion. Ini berkaitan dengan unsur pertama yaitu masalah sosialisasi brand name.

Keenam adalah supply. Ini berlaku bagi Franchise tertentu, misalnya bagi franchise food & beverages dimana Franchisor juga merupakan supplier bahan makanan/minuman. Kadang-kadang Franchisor men-supply mesin-mesin atau peralatan yang diperlukan. Franchisor yang baik biasanya ikut membantu franchisee untuk mendapatkan sumber dana modal dari investor (fund supply) seperti bank misalnya, meskipun itu jarang sekali.

Pada umumnya, Franchisee perlu membayar initial fee yang sifatnya sekali bayar, atau kadang-kadang sekali untuk suatu periode tertentu, misalnya 5 tahun. Di atas itu, biasanya Franchisee membayar royalty atau membayar sebagian dari hasil penjualan. Variasi lainnya adalah bahwa Franchisee perlu membeli bahan pokok atau peralatan (capital goods) dari Franchisor.

Di samping keuntungannya, calon franchisee perlu juga berhati-hati. Sekarang ini, apa saja di-franchise-kan sehingga banyak juga franchise yang tidak semestinya di pasaran, baik dari pertimbangan prinsip syariah maupun marketable-nya.

Dalam hal ini, beberapa hal yang perlu diperhatikan calon Franchisee.

Pertama, bagaimana kekuatan brand name-nya.

Kedua, berapa franchisee yang dimiliki. Franchise yang hanya terdiri dari 3-4 Franchisee tentunya tidak memiliki jaringan yang memadai untuk membentuk kekuatan tersendiri.

Ketiga, berapa harga yang dibayarkan kepada Franchisor, khususnya bila ada ketergantungan bahan baku/supply dari Franchisor. Apakah harga yang ditawarkan wajar.

Keempat, apakah Franchisor tersebut benar-benar memiliki hak resmi untuk menjual franchise kepada calon Franchisee. Dalam sistem master-franchise, hal ini layak mendapat perhatian besar karena kadang-kadang yang menamakan dirinya Franchissor ternyata tidak memiliki hak untuk menjual franchise.

Kelima, kesesuaiannya dengan prinsip syariah sehingga perlu selektivitas dan filter maslahat serta diutamakan yang memiliki dampak kepada pengembangan sosial ekonomi umat Islam baik dalam maupun luar negeri.

Contoh bisnis franchise banyak sekali seperti yang sangat familiar adalah bisnis franchise makanan yang merupakan generasi pertama yang membesarkan bisnis dengan sistem franchise ini dan sekarang telah banyak alternatif franchise makanan dalam negeri sebagai substitusi franchise luar negeri yang banyak didominasi Eropa dan Amerika. Contoh yang masih anyar adalah Iran yang tengah mengembangkan jaringan bisnis minuman Zam-zam Cola sebagai pesaing Coca Cola milik Amerika yang tengah diboikot banyak negara Islam, karena sentimen anti terhadap negara yang mendukung penindasan rakyat Palestina. Yang lainnya seperti Dymocks Book Store, Fantastic Furniture, Harvey Norman, Captain Snooze.

Pada saat ini hampir semua cabang usaha menengah kecil masuk ke franchise, mulai dari usaha pemotong rumput, jasa kurir, cleaning service, membuat signage, usaha printing, edukasi, IT Training, Bookkeeping, Financial Service, Retail.

Berdasarkan penelitian University of Southern Queensland, rata-rata start-up cost untuk franchise business adalah A$68,600. Franchise business tumbuh sejalan dengan trend zaman dengan cukup pesat. Saat ini, omzet seluruh usaha dengan sistem ini sekitar A$37 bilion dengan total pekerja sekitar 553.000 .

Pada dasarnya, sistem franchise merupakan sistem yang baik untuk belajar, jika suatu saat berhasil dapat melepaskan diri dari franchisor karena biaya yang dibayar cukup mahal dan selanjutnya dapat mendirikan usaha sendiri atau bahkan membangun bisnis franchise baru yang islami. Waralaba atau franchise adalah cara paling mudah untuk memulai wirausaha. Tak perlu memikirkan sistem. Tinggal beli dan franchisor akan datang mengurusi semuanya dan bunda tinggal menunggu hasilnya. Namun begitu ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat memutuskan membeli waralaba.

Pertama. Merk.

Ini terkait dengan imej produk waralaba. Walaupun brand besar tidak memberi jaminan 100% kesuksesan bagi franchisenya, tetap diperlukan agar kita sebagai franchisee tidak perlu ikut sibuk mempromosikan produk. Karena butuh waktu yang cukup lama untuk membuat sebuah brand dan ini berkorelasi dengan kualitas yang dikenal cukup baik di mata konsumen. Dan kualitas tentunya berkorelasi dengan keuntungan.

Kedua. Sistem.

Sistem meliputi SOP (Standard Operating Procedure), SDM dan rencana pemasaran. Karena dengan sistem ini franchisor membesarkan franchisenya. Jika sistem tak jelas atau tidak terstandar sebaiknya dihindari. Umumnya hal-hal yang biasanya ditawarkan franchisor kepada franchisenya meliputi antara lain; analisa lapangan atau survey lokasi, desain gedung, lay out ruangan, training manajemen, konsultasi promosi dan iklan, standarisasi prosedur dan operasional, sentralisasi suplai barang-barang, tuntunan keuangan (pembukuan), dan kontinuitas support.

Ketiga. Fee.

Biaya pembelian franchise atau initial fee biasanya sudah termasuk pembelian merk dengan jangka waktu tertentu atau seumur hidup dan set up. Untuk royalti biasanya dihitung dari omset yang didapat setiap bulannya dan persentasenya bervariasi. Umumnya berkisar 2% sampai 5%.

Bisnis waralaba bukan bebas risiko termasuk waralaba yang sudah punya nama besar sekalipun. Kesuksesan bisnis waralaba tidak bisa lepas dari franchisee atau pembeli waralaba juga sehingga tetap memerlukan keseriusan, kerja keras dan kerja cerdas.

Dengan demikian berdasarkan prinsip dan kaidah syariah yang telah disebutkan di atas, hukum bisnis franchise sangat tergantung kepada kesesuaian bidang usaha bisnis franchise dan system serta mekanisme kerjasamanya dengan prinsip syariah dan ketiadaan padanya dari segala pantangan syariah dalam bisnis. Hal itu berdasarkan kaidah kerjasama dalam Islam termasuk kerjasama bisnis hendaklah selalu dalam kerangka kebaikan dan ketakwaan, bukan dalam kerangka dosa dan kejahatan. (QS. Al-Maidah:2). Selain itu, adalah sangat penting diperhatikan sentimen pasar umat Islam yang terkait dengan pertimbangan franchise untuk bisnis yang memiliki ikatan dan kontribusi terhadap negara-negara yang menindas umat Islam sebagaimana fatwa ulama dunia seperti Prof Dr. Yusuf Al-Qaradhawi dan Syeikh Ahmad Yasin yang menyerukan boikot massal secara sistematis, strategis dan realistis terhadap produk negara-negara yang menyokong penindasan umat dan dunia Islam selama masih ada alternatif bisnis lain dan substitusinya yang memungkinkan.

Wallahu A’lam Wa Billahi at Taufiq wal Hidayah.



 Ahsanu Aqiqah melayani Pemesanan hewan Aqiqah Hub. 085311712665, SMS 085779311366 atau kunjungi web kami di Ahsanu Amala
SelengkapnyaMengenal Bisnis Franchise dan Hukumnya

Memahami bid’ah dan Membangun Toleransi Antar Pendapat

Diposting oleh Unknown on Kamis, 13 Desember 2012

Pertanyaan:

Ustad, saya sering bingung kalau mendengar  bidah. Apalagi kalau dikatakan bahwa seluruh bidah sesat dan yang sesat itu dineraka. Kebingunngan ini bertambah kalau hal-hal yang selama ini dilakukan umat Islam dikatakan bidah, seperti maulidan, tahlilan, wiridan, dan lain sebagainya.

1.       Apakah yang dimaksud dengan bid’ah?

2.       Apakah Ulama sepakat dalam memahami bid’ah?

3.       Sikap apa yang terbaik kita lakukan dalam menghadapi masalah ini.


Jawaban :

Permasalhan bidah memang sering kita dengar ditengah masyarakat kita. Karena ada sebagian kelompok yang rajin melakukan penilaian terhadap tradisi-tradisi beragama yang dilakukan di tengah masyarakat kita. Sering kali penilaian tersebut berakhir dengankesimpulan bahwa hal tersebut bid’ah.

Disisi lain kelompok yang merasa melakukan tradisi-tradisi tersebut merasa terganggu dengan penilaian bid’ah yang dilontarkan. Akhirnya kelompok yang membid’ahkan dan yang dibid’ahkan menjadi berseteru yang terkadang diakhiri dengan saling tidak menegur sapa.

Untuk memahami masalah bid’ah dengan baik dan syamil, mari kita lihat hadis-hadis dibawah ini.

Hadis pertama: 
Seseorang tiba di mesjid kemudian ia masuk kedalam shaf shalat. Ia tergopoh-gopoh karena mengejar shalat. Kemudian ia berkata:”Alhamdulillah hamdan kathiron thayyiban mubaarokan fiihi.”Ketika sholat selesai Rasulullah bertanya:”siapa yang mengucapkan kata-kata tadi?” Sahabat idak ada  yang menjawab. Kemudian Rasulullah saw mengulangi pertanyaanya: ”Siapa yang mengucapkan kata-kata tadi, Ia tidak mengucapkan sesuatu yang jelek. ” Seseorang menjawab: ”Saya tiba di masjid dan khawatir tertinggal shalat, maka saya mengucapkannya. ” Rasulullah berkata: ”Saya melihat dua belas malaikat berlomba siapa di antara mereka yang mengangkatnya.” (HR Muslim No. 600 )

Hadis Kedua:

Ibnu Umar berkata: ketika kami sedang shalat bersama Rasulullah saw tiba-tiba ada seseorang yang mengucapkan: ” Allahu-akbar kabiroo, walhamdu-lillahi katsiroo, wa subhanallahi bukrotaw-waashilaa.” Kemudian Rasulullah saw bertanya: ”kalimat zikir tadi, Siapa yang mengucapkannya ?” salah seorang menjawab; “Saya wahai Rasulullah.” Rasulullah berkata: ”Aku mengaguminya, dibukakan pintu langit bagi kalimat tersebut!”(HR Muslim no.601)

Hadis Ketiga:

Seseorang dari kaum Anshar menjadi imam di masjid Quba. Ia selalu membaca surat al Ikhlas sebelum membaca surat lain setelah al-Fatihah. Ia melakukannya setiap rakaat. Jamaah masjid menegurnya: ”Kenapa anda selalu memulainya denga al-Ikhlas, bukankah surat al-Ikhlas cukup dan tidak perlu membaca surat lain, atau engkau memilih cukup  membaca al-Ikhlas atau tidak perlu membacanya dan cukup surat lain. Ia menjawab: Saya tidak akan meninggalkan surat al-Ikhlas, kalau kalian setuju saya mengimami dengan membaca al-Ikhlas maka saya akan mengimami kalian, tapi kalau kalian tidak setuju maka saya tidak akan jadi imam. Mereka tahu bahwa orang ini yang paling baik dan tidak ingin kalau yang lain mengimami shalat. Ketika Rasulullah datang mengunjungi, mereka menyampaikan hal ini kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw bertanya pada orang tersebut; ”Apa yang membuatmu menolak saran teman-temanmu? Dan Apa yang membuatmu selalu membaca surat al-Ikhlas setiap rakaat?” Ia menjawab: ”Saya mencintainya (al-Ikhlas). Rasulullah berkata: ”Kecintaanmu terhada surat al-ikhlas memasukanmu kedalam syurga!” (HR Bukhori  no.741)

Dari hadis-hadis diatas, kita mendapatkan bahwa para sahabat melakukan inovasi dalam beribadah. Rasulullah tidak pernah mengajarkan hal-hal tersebut. Dalam hadis pertama seorang sahabat menambah bacaan zikir dalam sholat. Hadis kedua seorang Sahabat membuat zikir, hadis ketiga seorang sahabat membuat hal yang tidak dilakukan Rasulullah saw.

Ulama berbeda pendapat dalam memahami hadis-hadis diatas. Sebagian berpendapat bahwa yang menjadi dalil dibolehkan hal-hal tersebut adalah taqriir (persetujuan) Rasulullah saw. Sebagian yang lain berpendapat bahwa yang menjadi dalil dibolehkannya hal-hal yang tidak dilakukan dan tidak diajarkan Rasulullah saw adalah karena hal-hal baru tersebut baik (amal khoir). Pendapat pertama melihat dari sisi taqriir-nya, sedangkan yang ke dua melihat dari sisi sebab taqriir.

Bagi pendapat pertama segala hal yang baru dalam ibadah dan dibuat setelah Rasulullah saw meninggal, maka hal tersebut bidah. Sedangkan pendapat kedua memandang tidak semua yang baru bid’ah. Apakah hal baru tersebut baik dan sesuai dengan syariat? Atau tidak? Kalau baik dan sesuai maka bidah hasanah, kalau tidak sesuai dan tidak baik maka bidah sayyiah (jelek).

Memahami Hadis Tentang seluruh bid’ah Sesat

Terdapat hadis yang secara dhohir teksnya menyatakan bahwa seluruh bidah sesat. Imam Muslim meriwayatkan: (Sesungguhnya sebaik-baiknya ucapan  adalah kitaabullah, dan sebaik-baiknya jalan (cara) adalah jalannya Rasulullah, sejelek-jeleknya perkara adalah hal-hal yang baru, setiap bid’ah sesat) (HR Muslim no.867)

Memahami teks hadis ini harus di cross-silangkan denga hadits-hadits lain yang berbicara tentang masalah yang sama. sehingga pemahaman yang dihasilkan menjadi sempurna. Oleh karena itu Imam Nawawi dalam kitab syarah Nawawi lishahiih muslim berkata bahwa umum dalam hadis diatas termasuk ‘aam makshuus, umum yang terdapat pengecualian, yang dimaksud adalah sebagian besar bidah sesat, bukan semuanya. (jilid: 6  hal154). di halaman lain Imam nawawi mengatakan bahwa yang dimaksud adalah bid’ah yang tercela (madzmuum) (jilid:7 hal:104)

Demikian pula dalam memahami hadis-hadis lain tentang bidah. Kita harus memahaminya dengan melakuakan cros silang dengan hadis yang semakna dan dalam satu masalah yang sama. Dalam Usul fikih dikenal  dengan istilah qorinatul-hadis . Satu hadis dengan yang lainnya bisa menjadi qorinah yang saling mempengaruhi makna hadis-hadis tersebut. Karena sumber hadis-hadis ini satu dan tidak mungkin saling bertentangan.

Membangun Sikap Toleran dalam masalah bidah

Secara umum Bid’ah adalah hal-hal yang baru dalam beragama. Ulama tidak sepakat dalam definisi bid’ah. Merekapun berselisih dalam hal apakah ada bidah hasanah atau tidak ada. Imam nawawi sepakat dengan Imam syafi’I dan al-Iz bin Abdissalaam bahwa disana ada bidah hasanah. Sedangkan Imam syatibi berpendapat bahwa bid’ah hanya satu yaitu bid’ah sayyiah (jelek)

Mensikapi perselisihan semacam ini harus mengedepankan persatuan. Masalah bi’ah adalah masalah ijtihadiyah. Ada dalam ranah dhonniy-dilalah, masih memungkinkan lebih dari satu makna. Sikap toleransi harus kita bangun dalam hal-hal yang diperselisihkan apakah bidah atau tidak. Atau apakah bidah hasanah atau Sayyiah? Agar umat ini tidak jalan ditempat dan tertinggal jauh dari umat lainnya.



DR H M Taufik Q Hulaimi MA Med,
Direktur Ma’had Aly an-Nuaimy Jakarta

Ahsanu Aqiqah melayani Pemesanan hewan Aqiqah Hub. 085311712665, SMS 085779311366 atau kunjungi web kami di Ahsanu Amala
SelengkapnyaMemahami bid’ah dan Membangun Toleransi Antar Pendapat

Bertahun-tahun Tidak Shalat, Apa Harus Diganti?

Diposting oleh Unknown on Sabtu, 08 Desember 2012


Assallamuallaikum wr. wb.

Ada yang bertanya ke saya begini, seseorang selama ini tidak mengerjakan shalat lima waktu. Kemudian dia mulai bertaubat dan mengerjakan shalat. Apakah ada kewajiban atasnya untuk mengganti shalat-shalat yang pernah di tinggalkannnya selama ini, pak ?

Terima kasih atas jawabannya

Jawaban :

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Seluruh ulama sepakat bahwa pada dasarnya mengganti shalat yang terlewat merupakan ibadah yang disyariatkan dan bahkan diperintahkan di dalam syariat Islam. Tidak ada perbedaan pendapat dalam masalah kewajiban mengganti shalat wajib yang ditinggalkan.

Di antara dalil yang menjadi landasan pensyariatan penggantian shalat yang terlewat adalah hadits-hadits berikut ini :

1. Hadits Pertama

Rasulullah SAW menegaskan tentang shalat yang terlewat karena lupa harus diganti begitu ingat.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ قَالَ مَنْ نَسِيَ صَلاةً فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَهَا لا كَفَّارَةَ لَهَا إِلاَّ ذَلِكَ وَأَقِمْ الصَّلاةَ لِذِكْرِي

Dari Anas bin Malik dari Nabi SAW bersabda,”Siapa yang terlupa shalat, maka lakukan shalat ketika ia ingat dan tidak ada tebusan kecuali melaksanakan shalat tersebut dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku. (HR. Bukhari)

Di dalam kitab Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al-Asqalani disebutkan : Ibrahim berkata bahwa orang yang telah meninggalkan sekali shalat sejak 20 tahun sebelumnya, maka dia wajib mengganti satu shalat itu saja.

2. Hadits Kedua

Al-Imam Muslim dalam kitab Shahihnya meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah tertinggal dari mengerjakan shalat Shubuh, yaitu ketika beliau SAW dan sebagian shahabat dalam perjalanan pulang dari perang Khaibar. Lalu mereka bermalam dan tertidur tanpa sengaja (ketiduran), meskipun sebenarnya beliau SAW telah memerintahkan Bilal bin Rabah untuk berjaga. Dan mereka tidak bangun kecuali matahari telah terbit dan cukup tinggi posisinya.

Hadits ini diriwayatkan dan diredaksikan oleh Abu Hurairah radhiyallahuanhu, dan lengkapnya hadits tersebut sebagai berikut :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ حِينَ قَفَلَ مِنْ غَزْوَةِ خَيْبَرَ سَارَ لَيْلَهُ حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْكَرَى عَرَّسَ وَقَالَ لِبِلاَلٍ اكْلأْ لَنَا اللَّيْلَ .

Dari Abi Hurairah radhiyallahuanhu berkata,"Ketika Rasulullah SAW kembali dari perang Khaibar, beliau berjalan di tengah malam hingga ketika rasa kantuk menyerang beliau, maka beliau pun berhenti untuk istirahat (tidur). Namun beliau berpesan kepada Bilal,"Bangunkan kami bila waktu shubuh tiba".
فَصَلَّى بِلاَلٌ مَا قُدِّرَ لَهُ وَنَامَ رَسُولُ اللَّهِ وَأَصْحَابُهُ


Sementara itu Bilal shalat seberapa dapat dilakukannya, sedang Nabi dan para shahabat yang lain tidur.

فَلَمَّا تَقَارَبَ الْفَجْرُ اسْتَنَدَ بِلاَلٌ إِلَى رَاحِلَتِهِ مُوَاجِهَ الْفَجْرِ فَغَلَبَتْ بِلاَلاً عَيْنَاهُ وَهُوَ مُسْتَنِدٌ إِلَى رَاحِلَتِهِ فَلَمْ يَسْتَيْقِظْ رَسُولُ اللَّهِ وَلاَ بِلاَلٌ وَلاَ أَحَدٌ مِنْ أَصْحَابِهِ حَتَّى ضَرَبَتْهُمُ الشَّمْسُ

Ketika fajar hampir terbit, Bilal bersandar pada kendaraannya sambil menunggu terbitnya fajar. Namun rasa kantuk mengalahkan Bilal yang bersandar pada untanya. Maka Rasulullah SAW, Bilal dan para shahabat tidak satupun dari mereka yang terbangun, hingga sinar matahari mengenai mereka.

فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ أَوَّلَهُمُ اسْتِيقَاظًا فَفَزِعَ رَسُولُ اللَّهِ فَقَالَ أَىْ بِلاَلُ . فَقَالَ بِلاَلٌ أَخَذَ بِنَفْسِى الَّذِى أَخَذَ - بِأَبِى أَنْتَ وَأُمِّى يَا رَسُولَ اللَّهِ - بِنَفْسِكَ

Yang mula-mula terbangun adalah Rasulullah SAW. Ketika terbangun, beliau berkata,"Mana Bilal". Bilal menjawab,"Demi Allah, Aku tertidur ya Rasulullah".

قَالَ اقْتَادُوا . فَاقْتَادُوا رَوَاحِلَهُمْ شَيْئًا ثُمَّ تَوَضَّأَ رَسُولُ اللَّهِ وَأَمَرَ بِلاَلاً فَأَقَامَ الصَّلاَةَ فَصَلَّى بِهِمُ الصُّبْحَ فَلَمَّا قَضَى الصَّلاَةَ قَالَ مَنْ نَسِىَ الصَّلاَةَ فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا فَإِنَّ اللَّهَ قَالَ (أَقِمِ الصَّلاَةَ لِذِكْرِى)

Beliau bersada,"Bersiaplah". Lalu mereka menyiapkan kendaraan mereka. Lalu Rasulullah SAW berwudhu' dan memerintahkan Bilal melantunkan iqamah dan Nabi SAW mengimami shalat Shubuh. Seselesainya, beliau bersabda,"Siapa yang lupa shalat maka dia harus melakukannya begitu ingat. Sesungguhnya Allah berfirman,"Tegakkanlah shalat untuk mengingat-Ku. (HR. Muslim)

Al-Imam An-Nawawi ketika menjelaskan hadits ini di dalam kitab Syarah Shahih Muslim menegaskan bahwa hadits ini menjadi dalil atas wajibnya mengqadha’ atau mengganti shalat yang terlewat. Dan tidak ada bedanya, apakah shalat itu ditinggalkan karena adanya ‘udzur syar’i seperti tertidur dan terlupa, atau pun ditinggalkan shalat itu tanpa udzur syar’i, seperti karena malas dan lalai.

3. Hadits Ketiga

Hadits ketiga ini sesungguhnya masih menceritakan kisah yang sama dengan hadits sebelumnya, namun dengan diredaksikan oleh shahabat yang berbeda, yaitu Abu Qatadah radhiyallahuanhu dan terdapat di dalam kitab Shahih Bukhari.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي قَتَادَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ : سِرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ لَوْ عَرَّسْتَ بِنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَخَافُ أَنْ تَنَامُوا عَنْ الصَّلاةِ . قَالَ بِلالٌ أَنَا أُوقِظُكُمْ فَاضْطَجَعُوا وَأَسْنَدَ بِلالٌ ظَهْرَهُ إِلَى رَاحِلَتِهِ فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ فَنَامَ فَاسْتَيْقَظَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ طَلَعَ حَاجِبُ الشَّمْسِ فَقَالَ يَا بِلالُ أَيْنَ مَا قُلْتَ قَالَ مَا أُلْقِيَتْ عَلَيَّ نَوْمَةٌ مِثْلُهَا قَطُّ قَالَ إِنَّ اللَّهَ قَبَضَ أَرْوَاحَكُمْ حِينَ شَاءَ وَرَدَّهَا عَلَيْكُمْ حِينَ شَاءَ يَا بِلالُ قُمْ فَأَذِّنْ بِالنَّاسِ بِالصَّلاةِ فَتَوَضَّأَ فَلَمَّا ارْتَفَعَتْ الشَّمْسُ وَابْيَاضَّتْ قَامَ فَصَلَّى

Dari Abdullah bin Abi Qatadah dari ayahnya berkata,”Kami pernah berjalan bersama Nabi SAW pada suatu malam. Sebagian kaum lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sekiranya anda mau istirahat sebentar bersama kami?” Beliau menjawab: “Aku khawatir kalian tertidur sehingga terlewatkan shalat.” Bilal berkata, “Aku akan membangunkan kalian.” Maka mereka pun berbaring, sedangkan Bilal bersandar pada hewan tunggangannya. Namun ternyata rasa kantuk mengalahkannya dan akhirnya Bilal pun tertidur. Ketika Nabi SAW terbangun ternyata matahari sudah terbit, maka beliau pun bersabda: “Wahai Bilal, mana bukti yang kau ucapkan!” Bilal menjawab: “Aku belum pernah sekalipun merasakan kantuk seperti ini sebelumnya.” Beliau lalu bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla memegang ruh-ruh kalian sesuai kehendak-Nya dan mengembalikannya kepada kalian sekehendak-Nya pula. Wahai Bilal, berdiri dan adzanlah (umumkan) kepada orang-orang untuk shalat!” kemudian beliau SAW berwudhu, ketika matahari meninggi dan tampak sinar putihnya, beliau pun berdiri melaksanakan shalat.” (HR. Al-Bukhari)
Hadis ini terdapat di dalam kitab Shahih Bukhari bab mawaqit ash-shalah.

4. Hadits keempat

Hadits yang keempat merupakan penggalan kisah dari peristiwa yang sama dengan di atas, namun dengan redaksi yang berbeda lagi.

عن عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَال : كُنَّا فِي سَفَرٍ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنَّا أُسْرِينَا حَتَّى إِذَا كُنَّا فِي آخِرِ اللَّيْل وَقَعْنَا وَقْعَةً وَلاَ وَقْعَةَ أَحْلَى عِنْدَ الْمُسَافِرِ مِنْهَا فَمَا أَيْقَظَنَا إِلاَّ حَرُّ الشَّمْسِ . فَلَمَّا اسْتَيْقَظَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَكَوْا إِلَيْهِ الَّذِي أَصَابَهُمْ قَال : لاَ ضَيْرَ - أَوْ لاَ يَضِيرُ - ارْتَحِلُوا فَارْتَحَل فَسَارَ غَيْرَ بَعِيدٍ ثُمَّ نَزَل فَدَعَا بِالْوَضُوءِ فَتَوَضَّأَ وَنُودِيَ بِالصَّلاَةِ فَصَلَّى بِالنَّاسِ

Dari Imran bin Hushain radhiyallahuanhu berkata,"Kami dalam perjalaanan bersama dengan Rasulullah SAW. Kami berjalan di malam hari hingga sampai di penghujung malam, kami berhenti pada suatu tempat yang paling indah bagi musafir. Tidaklah ada yang membangunkan kami kecuali panasnya sinar matahari. Ketika Nabi SAW bangun, banyak orang mengeluh kepada beliau tentang apa yang menimpa mereka, lalu beliau menjawab,"Tidak mengapa", atau " tidak menjadi soal". "Lanjutkan perjalanan kalian". Maka beliau SAW pun berjalan hingga tidak terlalu jauh, beliau turun dan meminta wadah air dan berwudhu. Kemudian diserukan (adzan) untuk shalat dan beliau SAW mengimami orang-orang. (HR. Bukhari).

5. Hadits kelima

Hadits yang kelima merupakan penggalan kisah dari peristiwa Perang Khandaq yang terjadi pada tahun kelima Hijriyah. Saat itu Madinah dikepung 10 ribu pasukan musuh dan umat Islam bertahan di dalam kota dengan membangun parit sepanjang 5 kilometer. Namun gara-gara suasana mencekam, Rasulullah SAW dan para shahabat sampai meninggalkan shalat fardhu.

عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ جَاءَ يَوْمَ الْخَنْدَقِ بَعْدَ مَا غَرَبَتْ الشَّمْسُ فَجَعَلَ يَسُبُّ كُفَّارَ قُرَيْشٍ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا كِدْتُ أُصَلِّي الْعَصْرَ حَتَّى كَادَتْ الشَّمْسُ تَغْرُبُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاللَّهِ مَا صَلَّيْتُهَا فَقُمْنَا إِلَى بُطْحَانَ فَتَوَضَّأَ لِلصَّلَاةِ وَتَوَضَّأْنَا لَهَا فَصَلَّى الْعَصْرَ بَعْدَ مَا غَرَبَتْ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى بَعْدَهَا الْمَغْرِبَ
Bahwa Umar bin Al Khaththab radhiyallahuanhu datang pada hari peperangan Khandaq setelah matahari terbenam sambil memaki-maki orang-orang kafir Quraisy dan berkata, “Wahai Rasulullah, Aku belum melaksanakan shaat ‘Ashar hingga matahari hampir terbenam!” Nabi SAW menjawab, “Demi Allah, Aku sendiri juga belum melaksanakannya.” Kemudian kami berdiri menuju Bath-han, beliau berwudlu dan kami pun ikut berwudlu, kemudian beliau melaksanakan shalat ‘Ashar setelah matahari terbenam, dan setelah itu dilanjutkan dengan shalat Maghrib.” (HR. Al-Bukhari)
6. Hadits keenam

Hadits keenam ini masih terkait dengan peristiwa Perang Khandaq, namun diredaksikan oleh shahabat yang berbeda dan diriwayatkan oleh muhaddits yang berbeda.

Shalat yang terlewat pun bukan hanya shalat Ashar, melainkan empat waktu shalat yang berbeda, yaitu Dzhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya’. Lengkapnya hadits itu adalah sebagai berikut :

عَنْ نَاِفع عَنْ أَبِي عُبَيْدَة بنِ عَبْدِ الله قَالَ : قاَلَ عَبْدُ الله : إِنَّ الْمُشْرِكِينَ شَغَلُوا رَسُولَ اللَّهِ عَنْ أَرْبَعِ صَلَوَاتٍ يَوْمَ الْخَنْدَقِ حَتَّى ذَهَبَ مِنَ اللَّيْلِ مَا شَاءَ اللَّهُ فَأَمَرَ بِلاَلاً فَأَذَّنَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْعَصْرَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْمَغْرِبَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْعِشَاءَ

Dari Nafi’ dari Abi Ubaidah bin Abdillah, telah berkata Abdullah,”Sesungguhnya orang-orang musyrik telah menyibukkan Rasulullah SAW sehingga tidak bisa mengerjakan empat shalat ketika perang Khandaq hingga malam hari telah sangat gelap. Kemudian beliau SAW memerintahkan Bilal untuk melantunkan adzan diteruskan iqamah. Maka Rasulullah SAW mengerjakan shalat Dzuhur. Kemudian iqamah lagi dan beliau mengerjakan shalat Ashar. Kemudian iqamah lagi dan beliau mengerjakan shalat Maghrib. Dan kemudian iqamah lagi dan beliau mengerjakan shalat Isya.” (HR. At-Tirmizy dan AnNasa’i)
Hadits ini riwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmizy dan juga oleh Al-Imam An-Nasa’i. Yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan An-Nasa’i.
Sengaja Meninggalkan Shalat, Wajibkah Mengqadha’?

Para ulama sepakat tanpa terkecuali, bahwa bila seseorang meninggalkan shalat karena ada udzur yang syar’i, maka dia wajib mengganti shalatnya, meski pun waktunya telah lewat.

Namun para ulama berbeda pendapat dalam kasus orang yang secara sengaja meninggalkan shalat fardhu, apakah dirinya masih diwajibkan untuk mengganti shalatnya yang telah ditinggalkannya itu dengan shalat qadha'?

Perbedaan pendapat itu dipicu dari perbedaan pandangan, apakah status orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja itu kafir atau tidak. Jumhur ulama dari empat mazhab menyepakati bahwa seorang muslim yang meninggalkan shalat lima waktu dengan sengaja, maka dia berdosa besar, namun statusnya tidak sampai kafir. Oleh karena dia masih dianggap muslim, maka dia tetap diwajibkan untuk mengganti shalatnya.

Sementara ada sebagian ulama yang berpandangan bahwa seorang muslim yang secara sengaja meninggalkan shalat fardhu tanpa alasan yang syar'i, statusnya menjadi murtad dan kafir. Maka sebagai orang yang kafir, tidak ada beban syariat baginya untuk mengerjakan shalat.

Kalau pun shalat itu dikerjakan, hukumnya tidak sah, karena shalat itu hanya dikerjakan bila pelakunya beragama Islam. Dan oleh karena itu pula orang yang statusnya kafir, bila dia meninggalkan shalat lima waktu, tidak ada kewajiban untuk menggantinya.

1. Jumhur Ulama

Jumhur ulama baik mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah sepakat bahwa orang yang meninggalkan shalat karena sengaja, tetapi wajib mengganti shalatnya dengan shalat qadha'.

Alasannya adalah bila yang sebabnya karena terlupa dan tidak sengaja tetap wajib mengganti, apalagi yang sengaja meninggalkannya. Tentu lebih wajib lagi untuk menggantinya. Sebab saat dia meninggalkannya sudah berdosa, dan kalau tidak diganti, tentu akan semakin besar dosanya. Mazhab ini mewajibkan orang yang meninggalkan shalat secara sengaja untuk mengganti shalatnya dengan shalat qadha’.

Asy-Syairazi menyebutkan bahwa siapa yang telah diwajibkan atasnya untuk mengerjakan shalat, namun dia belum mengerjakannya, hingga terlewat waktunya, wajiblah atasnya untuk mengerjakan shalat itu dengan mengqadha'nya.

Al-Imam An-Nawawi menegaskan bahwa orang yang terlewat shalatnya, wajib untuk mengqadha'nya, baik terlewatnya shalat itu disebabkan udzur atau tanpa udzur.

Menurut mazhab ini, menyengaja tidak shalat tidak menggugurkan kewajiban shalat dan juga tidak menghanguskannya. Dalilnya adalah Rasulullah SAW tetap mewajibkan mengganti puasa ketika ada seseorang yang secara sengaja membatalkan puasanya di siang hari bulan Ramadhan.

2. Sebagian Ulama

Sebagian ulama, di antaranya Ibnu Hazm dan kemudian banyak diikuti oleh tokoh-tokoh masa kini, bahwa seorang muslim yang secara sengaja meninggalkan shalat fardhu, hukumnya kafir. Cukup hanya dengan meninggalkan shalat secara sengaja tanpa udzur yang syar’i, maka sudah dianggap kafir, meski pun yang bersangkutan masih meyakini kewajiban shalat.

Dan karena statusnya kafir, maka tidak ada kewajiban untuk mengganti shalat yang terlewat. Dan bila kembali lagi memeluk Islam, cukup bertaubat saja tanpa perlu mengganti shalatnya.

Al-Imam Ibnu Hazm Al-Andalusy di dalam kitabnya, Al-Muhalla bi Atsar, menegaskan bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, maka statusnya kafir. Dan karena statusnya kafir, orang tersebut tidak perlu mengganti shalat yang ditinggalkannya secara sengaja.

Syeikh Abdul Aziz bin Baz, mufti Kerjaan Saudi Arabia, berpendapat bahwa orang yang meninggalkan shalat secara total selama kurun waktu tertentu, tidak perlu mengganti shalatnya. Alasan yang dikemukakan pendapat ini adalah karena selama kurun waktu tertentu itu dirinya dianggap telah murtad atau keluar dari agama Islam. Dan sebagai orang yang bukan muslim, menurut pendapat ini, yang bersangkutan tidak diwajibkan untuk mengerjakan shalat.

بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ رواه مسلم
Batas antara seseorang dengan kekafiran adalah meninggalkan shalat. (HR. Muslim)

العَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلاَةَ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
Perjanjian antara kita dan mereka adalah shalat. Siapa yang meninggalkan shalat maka dia telah kafir.

Bila yang bersangkutan kembali menjalankan agamanya, maka dia harus bersyahadat ulang untuk memperbaharui keimanan dan keislamannya kembali, seperti orang kafir yang baru masuk Islam. Dan oleh karena itu, dia tidak perlu mengganti shalat-shalat yang ditinggalkannya.

Konsekuensi

Sebenarnya pendapat yang lebih rajih dan kuat adalah pendapat jumhur ulama. Namun nampaknya tidak sedikit orang di masa kini yang tertarik mengikuti pendapat Ibnu Hazam, bahwa orang yang sengaja meninggalkan shalat tidak perlu mengganti shalatnya, cukup bertaubat saja dan memperbanyak amal shalih.

Mungkin alasannya bahwa pendapat Ibnu Hazm dan sebagian ulama lainnya ini terlihat lebih ringan dibandingkan dengan pendapat jumhur ulama. Padahal sebenarnya justru terbalik, malah pendapat Ibnu Hazm ini sangat berat konsekuensinya.

Perhatikan alasan Ibnu Hazm dan pendukungnya ketika mengatakan bahwa orang yang sengaja meninggalkan shalat tidak perlu mengganti shalatnya. Ternyata alasannya karena status orang tersebut kafir atau murtad. Dan oleh karena sudah kafir, maka tidak perlu mengganti shalat.

Padahal ketika seorang mufti memberi vonis murtad kepada seseorang, maka ada banyak konsekuensi yang tidak disadari oleh sang memberi fatwa. Di antara konsekuensi vonis murtad adalah :

1. Gugur Amal Sebelumnya

Seorang muslim yang murtad dan keluar dari agama Islam, maka gugurlah amal-amal yang pernah dilakukan sebelumnya. Dasarnya adalah firman Allah SWT :

وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُوْلَـئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah : 217)
وَمَن يَكْفُرْ بِالإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Barangsiapa yang kafir sesudah beriman maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi. (QS. Al-Maidah : 5)

Para ulama mengatakan bisa seorang sudah pernah mengerjakan ibadah haji dalam Islam, lalu murtad dan kembali lagi masuk Islam, maka ibadah haji yang pernah dikerjakannya menjadi gugur, seolah-olah dia belum pernah mengerjakannya. Dan oleh karena itu ada kewajiban untuk mengulangi ibadah haji.

2. Istrinya Haram

Seseorang yang murtad keluar dari agama Islam, maka bila dia punya istri atau suami, secara otomatis menjadi haram untuk melakukan hubungan suami istri. Hal itu karena Islam mengharamkan terjadinya pernikahan antara muslim dan kafir.

Mazhab Al-Hanafiyah mengatakan bila salah satu pasangan murtad dari agama Islam, maka status pernikahan mereka menjadi fasakh (dibatalkan) tetapi bukan perceraian.

Mazhab Al-Malikiyah memandang bahwa bila salah satu pasangan suami istri murtad, maka statusnya adalah talak bain. Konsekuensinya, mereka diharamkan menjalankan kehidupan rumah tangga sebagaimana layaknya suami istri. Bila yang murtad itu kembali lagi memeluk agama Islam dengan bersyahadat, maka mereka harus menikah ulang dari awal.

Mazhab Asy-Syafi’iyah menyebutkan bahwa bila salah satu pasangan murtad, maka belum terjadi furqah di antara mereka berdua kecuali setelah lewat masa iddah. Dan bila pada masa iddah itu, si murtad kembali memeluk Islam, mereka masih tetap berstatus suami istri.

Namun bila sampai lewat masa iddah sementar si murtad tetap dalam kemurtadannya, maka hukum pernikahan di antara mereka bukan cerai tetapi fasakh.

3. Haram Menikah Dengan Siapa pun

Pasangan suami istri bila salah satunya murtad, maka terlepaslah ikatan pernikahan di antara mereka berdua. Tetapi bila orang yang murtad ini belum menikah, maka para ulama sepakat bahwa haram hukumnya untuk menikah, baik dengan pasangan muslim, atau pun pasangan yang beragam lain, atau pun dengan pasangan yang sama-sama murtad.

Hal itu karena orang yang murtad itu statusnya tidak beragama. Disini ada perbedaan mendasar antara murtad dan pindah agama. Murtad itu sebatas divonis keluar dari agama Islam, namun tidak lantas memeluk agama yang lain. Jadi status orang murtad itu tidak memeluk agama Islam dan juga tidak memeluk agama selain Islam, dia adalah orang yang statusnya tanpa agama.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

 Ahmad Sarwat,Lc., MA
Rumah Fiqih Indonesia
sumber : http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1354720621&title=bertahun-tahun-tidak-shalat-apa-harus-diganti


Ahsanu Aqiqah melayani Pemesanan hewan Aqiqah Hub. 085311712665, SMS 085779311366 atau kunjungi web kami di Ahsanu Amala
SelengkapnyaBertahun-tahun Tidak Shalat, Apa Harus Diganti?